(
Sejarah ) Misteri Runtuhnya Tembok Berlin dan Hancurnya Komunisme
Apa yang membedakan antara Jerman
Barat dan Timur 20 tahun lalu? Ada dua. Pertama, Tembok Berlin. Kedua,
komunisme. Dua-duanya runtuh dimulai dari 9 November 1989, 20 tahun silam. Dua
tahun setelah Tembok Berlin lenyap, Uni Soviet, negara komunis paling besar di
dunia ketika itu, ambruk. Banyak orang yang masih bertanya-tanya: apa
sebenarnya yang terjadi dengan Soviet dan Tembok Berlin? Apakah mereka
digulingkan? Ataukah kolaps dari dalam?
Serangkaian peristiwa yang terjadi
susul-menyusul dalam waktu cepat pada akhir Perang Dingin tidak menjadi
perdebatan. Pembicaraan bersejarah Polandia antara serikat dagang Solidaritas
yang dilarang dan pihak penguasa Partai Komunis terjadi pada musim semi tahun
1989. Dalam hitungan bulan, Hungaria telah kembali memperkenalkan sistem
multipartai. Di akhir tahun, Revolusi Velvet di Cekoslowakia menjadikan Vaclav
Havel sebagai presiden terpilih. Itulah serangkaian yang juga berpengaruh pada
stabilitas politik Soviet.
Dan puncaknya, pada malam tanggal 3
November, puluhan ribu warga Berlin menyerbu tembok yang telah memisahkan kota
mereka sejak tahun 1961. Kronologis semua peristiwa itu jelas. Namun, yang
menjadi kontroversi adalah mengapa komunisme Soviet runtuh dengan begitu cepat
.
Awal Keruntuhan Komunisme
Bahkan ketika itu, AS sendiri pun
tidak pernah yakin akan menang terhadap Soviet. Film-film Hollywood Amerika
merupakan satir mengenaskan terhadap rivalitas dengan Soviet. Sebut saja, James
Bond dan Rambo. Maka tidak heran, jika sampai saat ini, Hollywood tidak pernah
membuat sebuah film heroik seorang jagoan di Iraq, karena Amerika benar-benar
menang dalam dua kali perang di negara Saddam Hussein itu.
Komunisme saat itu sebenarnya
merupakan sesuatu yang kokoh. Para pengamat sepakat bahwa keruntuhan komunis
akan terjadi dengan sendirinya—bukan dengan kekuatan dari luar berupa serangan
militer dan sebagainya. Benar saja, komunisme di akhir tahun 1989 sudah terlalu
lemah, tua, dan kosong tanpa makna, tapi masih mengais untuk masih tetap hidup.
Joseph Nye adalah ahli kebijakan
luar negeri yang berpengaruh dan mantan pejabat tinggi era pemerintahan Bill
Clinton. Ia mengatakan bahwa sejak tahun 1970an, perekonomian Soviet terbukti
tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem produksi global yang dikendalikan
oleh informasi. Nye juga menunjuk pada apa yang ia sebut pengurasan ide-ide
komunis yang menurutnya telah menjadi otoriter dan diktator di bawah
Stalinisme.
Menurut Nye, pada saat Tembok Berlin
runtuh tahun 1989, komunisme tidak runtuh karena serbuan artileri, tapi karena
palu dan buldoser rakyat yang telah kehilangan keyakinan terhadap ide-ide
komunisme. Pilihan yang diambil oleh Mikhail Gorbachev menyusul penunjukkannya
sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Soviet tahun 1985 mempercepat
keruntuhan negara tersebut. Gorbachev ingin menyelamatkan komunisme namun apa
daya, dalam prosesnya ia malah mempercepat kehancurannya. Kebijakan perestroika
(restrukturisasi ekonomi) dan glasnost (keterbukaan) yang digagasnya justru
mempercepat disintegrasi kekaisaran Soviet.
Richard Pipes, mantan pejuang
anti-Soviet yang menjadi pejabat di era Reagan, juga menekankan peran utama
Gorbachev. Ia mengaitkan percakapan dengan penasihat dekat mantan pemimpin
Soviet itu, Alexander Yakovlev, tentang bagaimana pejabat Kremlin melihat
sistem tersebut sebagai kesalahan permanen.
“Yakovlev mengatakan bahwa ‘Awalnya
kami berusaha, dalam tiga tahun pertama pemerintahan Gorbachev, untuk
meningkatkan sistem tersebut, menjaganya agar tetap utuh. Namun di tahun 1988
kami menemukan bahwa sistem itu tidak dapat lagi direformasi. Kami tidak dapat
mengubahnya. Karena itu, diambil langkah-langkah virtual untuk menghapusnya’,”
ujar Pipes.
Yang lain mengatakan bahwa sistem
Soviet kolaps karena oposisi Eropa Timur berhasil mendobrak monopoli informasi
komunis. Saat itu, bermunculanlah generasi baru yang sadar bahwa mereka tidak
memiliki kesempatan untuk mengubah sistem. Mereka hanya bertindak dengan moral.
Reformasi yang dilakukan oleh kediktatoran komunis tidak pernah mengarah pada
perubahan sistemik tanpa adanya oposisi yang secara aktif menciptakan apa yang
disebut dengan “gerakan masyarakat sipil”.
Bulan Juli 1989, Gorbachev secara
resmi mengumumkan kembali doktrin Brezhnez, sebuah kebijakan yang membenarkan
penerapan peraturan partai komunis oleh Soviet di negara-negara satelit Eropa
Timur.
Hancurnya Tembok Berlin
Jerman Timur, sebagai salah satu
simbolisasi yang kuat dari keberadaan komunis di Eropa mau tak mau ikut
terpengaruh oleh kondisi global yang mengkhawatirkan tersebut. Selama tahun
1980-an, ekonomi kapitalis Jerman Barat menjadi makmur, sedangkan ekonomi
komunis Jerman Timur semakin merosot.
Selain itu, suplai barang-barang dan
jasa ke Jerman Timur membuat memengaruhi sumber penghasilan Barat. Industri
yang dulu tidak perlu bersaing karena didukung oleh pemerintah Jerman Timur
harus diswastanisasikan, seringkali hal ini menghasilkan kebangkrutan mereka.
Sebagai akibat persatuan ulang,
kebanyakan daerah Jerman Timur telah kehilangan industrinya, menyebabkan suatu
pengangguran yang bisa sebesar kira-kira 25 % di beberapa bagian daerah.
Semenjak itu, ratusan ribu warga mantan Jerman Timur secara berkesinambung
berhijrah ke wilayah barat untuk mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan wilayah
timur kehilangan tenaga-tenaga kerja profesional.
Bisa ditebak, efek dopler dari
hancurnya komunisme di Soviet juga merambah sampai ke Jerman Timur. Sebagai
simbol dari kemakmuran komunisme, tiadanya Jerman Timur membuat komunisme
semakin tenggelam dan untuk kemudian semakin tak populer, tak terdengar lagi
gaungnya di dunia internasional. (sa/berbagaisumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar